3 Ulama Indonesia Pernah Menjadi Imam Besar Masjidil Haram Makkah

Tiga ulama Indonesia pernah menjadi Imam Besar Masjidil Haram, Kota Makkah, salah satunya yakni Syaikh Junaid Al Batawi ulama asal Betawi. Budayawan Betawi, Alwi Shahab dalam tulisannya menyebut bahwa sejak abad ke-18 orang Betawi memang banyak yang pergi ke Makkah.

Mereka menjalankan ibadah haji dan karena perjalanan yang begitu sulit, setelah menunaikan rukun Islam ke-5, banyak yang tidak kembali ke tanah air dan bermukim di Makkah.

Mereka yang bermukim di sana menggunakan Al Batawi sebagai nama keluarga. Menjadi kebiasaan para pemukim ketika itu menjadikan nama kota asalnya sebagai nama keluarga.

Misalnya, Syech Abdul Somad al Falimbani dari Palembang, Syech Arsyad Albanjari dari Banjarmasin, Syech Basuni Imran al Sambasi dari Sambas, dan Syech Nawawi al Bantani dari Banten.

Pada pertengahan abad ke-19 (1834), Syaikh Junaid, seorang ulama Betawi, mulai bermukim di Makkah. Ia pun memakai nama al-Betawi. Ia amat termashur karena menjadi imam di Masjidil Haram.

Syaikh Junaid Al Batawi, yang diakui sebagai syaikhul masyaikh para ulama mashab Syafi’ie, juga mengajar agama di serambi Masjidil Haram.

Nah berikut ini adalah ulama-ulama Indonesia yang pernah menjabat sebagai imam besar di Masjidil Haram:

1. Syaikh Junaid Al Batawi

Syaikh Junaid Al Batawi lahir di Pekojan, Jakarta Barat. Ia adalah ulama asal Betawi yang pernah menjadi imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat pada usia yang ke 100 tahun di Makah pada 1840.

2. Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani

Selanjutnya adalah Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani yang lahir pada 1815 di Kampung Tanara, Serang, Banten. Di Makkah ia memperdalam ilmu agamanya kurang lebih selama 30 tahun.

Ia merupakan ulama tersohor hingga akhirnya banyak orang yang berdatangan kepadanya untuk berguru. Kemudian tercatat pernah jadi Imam Masjidil Haram. Syekh Nawawi sendiri wafat di Makkah pada 1897.

3. Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi

Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi adalah ulama yang lahir di Koto Tuo, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 26 Juni 1860. Sejak kecil ia dikenal memiliki kecerdasan yang luar biasa.

Saat itu ayahnya, Syeikh Abdul Latif mengajaknya pergi ke Makkah, tepatnya saat ia berusia 11 tahun 1871 untuk menjalankan ibadah Haji. Namun sesampainya di Makkah, kala itu Ahmad (panggilannya) ingin menetap di sana guna menuntaskan hafalan Alqurannya.

Selama di Makkah pun ia dikenal sebagai sosok yang alim dan hingga akhirnya ditunjuk sebagai imam dan khatib, sekaligus staff pengajar di Masjidil Haram.