Imam Abdullah Ibn al Mubarak Menuntun Orang Majusi Hingga Husnul Khatimah
Imam Nawawi al-Bantani dalam karyanya Qomi’ut Tughyan menuliskan kisah Imam Abdullah Ibn al Mubarak dengan seorang Majusi atau penyembah api dari Bagdad, Iraq.
Imam Abdullah Ibn al Mubarak bercerita, “Aku melaksanakan ibadah hajiku suatu tahun. Ketika berada di tembok Hijir Ismail , aku tertidur. Aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah saw.” Saat itu beliau berpesan kepadaku, “Apabila kamu telah pergi ke Bagdad, masuklah ke suatu tempat, dan carilah orang Majusi yang bernama Bahrom, dan sampaikan salamku padanya, dan katakan padanya, “Sesungguhnya Allah ta’ala ridho padamu.”
Lalu aku bangun tersentak dan mengucapkan, “Laa Haula Wala Kuwwata Illa Billa Hil ‘aliyil ‘Adzim” “Mimpi ini dari setan,” gumamku dalam hati.
Lalu aku wudu, dan aku salat dan tawaf di Kakbah. Masya Allah aku dikalahkan oleh kantuk sehingga aku tertidur dan melihat mimpi seperti itu lagi sebanyak tiga kali.
Ketika aku telah menyempurnakan haji, aku kembali ke Bagdad, dan aku mencari alamat dan rumah yang diiysaratkan dalam mimpi itu.
Singkat cerita aku bertemu dengan seorang kakek tua dan aku bertanya, “Apakah kamu Bahrom, yang beragama Majusi?
“Ya”
“Apakah kamu memiliki amal baik di sisi Allah?
“Ya, aku mempunyai empat orang putri dan empat orang putra. Aku menikahkan putri-putriku itu dengan putra-putraku.”
“Ini sesuatu yang dilarang dalam agama, apakah ada amal yang lain?” jawabku.
“Ya, aku memiliki seorang anak perempuan yang sangat cantik, aku tidak menemukan pasangan yang sepadan untuknya, maka aku sendirilah yang menikahinya, dan aku pun merayakan pernikahan dengan 1000 undangan lebih orang Majusi, di malam pertama aku menyetubuhinya.”
“Itu juga dilarang, adakah amalan lain?
“Ya, pada malam aku menyetubuhi anakku datang seorang perempuan muslim penganut agamamu mengambil dari salah satu lampu-lampuku, lalu dia menyalakan lampu itu, dan aku keluar menyalakan lampu itu. Dan perempuan itu datang, lalu dia masuk melakukan hal yang serupa, sebanyak tiga kali,”
Lalu aku bergumam, “Mungkin perempuan ini mata-mata yang ingin mencuri,” maka aku keluar dan mengikutinya.
Maka tatkala wanita itu masuk ke dalam rumahnya menemui anak-anak perempuannya itu bertanya kepadanya, “Ibu, apakah engkau datang dengan membawa sesuatu, kami sudah tidak sanggup dan sabar lagi menahan lapar.”
Lalu wanita itu berkata sambil mengeluarkan air matanya, “Aku malu pada Tuhanku, jika aku meminta selain pada-Nya, apalagi minta dari musuh Allah yang orang Majusi itu.”
“Ketika aku mendengar ucapan wanita itu, maka aku pulang ke rumahku dan aku mengambil nampan, lalu aku mengisi penuh nampan itu dengan segala makanan, dan aku pergi sendiri membawanya,”
Lalu Imam Abdullah Ibn al Mubarak mengatakan, “Ini baik dan kamu harus gembira,” dan aku menceritakan mimpiku dengan Rasulullah saw kepadanya.”
Setelah mendengarkan cerita dari Imam Abdullah Ibn al Mubarak lalu Bahrom mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”
Setelah mengucapkan kalimat itu Bahrom jatuh tersungkur dan menghembuskan nafas terakhir. Imam Abdullah Ibn al Mubarak kemudian memandikan, mengafani, menyalati, dan menguburkannya.
Lalu Imam Abdullah Ibn al Mubarak berpesan, “Wahai hamba Allah berusahalah berbuat murah hati kepada makhuk Allah swt karena dengan sifat itu yang awalnya musuh bisa berubah menjadi kekasih.”
Demikianlah kisah Imam Abdulah Bin al-Mubarrok dengan seorang Majusi. Karena kedermawan terhadap seorang wanita dan keluarganya, seorang Majusi mendapatkan hidayah dari Allah Swt. dan meninggal dalam keadaan husunulkhatimah.
Oleh sebab itu, kita tak pantas mengolok-olok amal kebaikan seseorang karena agamanya. Barangkali saja dengan perbuatan baiknya itu dia meninggal dalam keadaan membawa iman sedangkan kita yang sejak awal sudah memiliki iman bisa saja meninggal dalam keadaan suulkhatimah. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita semua digolongkan dalam keadaan husnul khotimah. Amin Wallahualam.