Kisah Bilal Bin Rabah Dikritik Saat Adzan

Bilal bin Rabah adalah budak dari Habasyah yang dimerdekakan oleh Abu bakar. Putra Rabah ini masuk dalam assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam) mewakili golongan budak. Majikannya terus menyiksanya saat mengetahui Bilal bertauhid. Bilal dianiaya luar biasa. Budak ini terus mendapatkan ancaman selama belum kembali pada agama lamanya. Namun, siksaan-siksaan itu tidak membuat iman Bilal runtuh. Ia tetap memegang erat keyakinannya.

Di dalam kitab Siyar A’lam al-Nubala’ karangan Syekh Muhammad Al-Dzahabi disebutkan bahwa Rasulullah mendengar suara sandal Bilal di surga. “Hal itu karena aku tidak adzan kecuali salat dua rakaat, tidak berhadas kecuali berwudhu dan menyakini bahwa aku punya kewajiban kepada Allah salat dua rakaat,” kata Bilal.

Kemudian, berbicara tentang Bilal bin Rabah, maka tidak luput dari statusnya yang menjadi muadzin Rasulullah Saw. Penikmat sejarah pasti mengetahuinya, sahabat yang pernah mengalami pahitnya menjadi budak ini menjadi orang yang pertama dan terakhir beradzan untuk Rasulullah. Bisa dibilang Bilal adalah muadzin utama Rasulullah Saw. Bahkan, hingga kanjeng nabi wafat Bilal tetap diminta untuk beradzan oleh Abu Bakar dan Umar. Meskipun, Bilal memilih menghabiskan umurnya di Syam untuk berjuang di jalan Allah (Baca: Adzan Terakhir di Madinah)

Namun, jauh sebelum orang-orang rindu akan suara adzannya, muadzin kesayangan kanjeng nabi ini sempat mendapat komentar buruk saat mengumandangkan adzan. Sangat buruk. Hal tersebut terjadi ketika Rasulullah melakukan umrah qadha (umrah pengganti) beliau masuk ke baitullah. Sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Waqidi, Rasulullah tetap berada di Kakbah hingga Bilal mengumandangkan adzan Dzuhur di atas Kakbah. Bilal naik ke atas ka’bah berdasarkan perintah Rasulullah Saw.

Setelah berada di atas Kakbah, Bilal mengumandangkan adzan dengan lantang. Dari sinilah komentar-komentar pedas terdengar.

Pertama, Juwairiyah binti Abu Jahal berkata: “Demi umur ini, sungguh Allah telah mengangkat kedudukanmu. Kami memang melaksanakan salat, namun demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.”

Kedua, Khalid bin Usaid ikut berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah mencabut nyawa ayahku dan tidak menyaksikan kejadian hari ini.”

Komentar pedas ketiga dinyatakan oleh Harits bin Hisyam: “Sungguh celaka, andaikan aku mati saja sebelum hari ini mendengar Bilal teriak-teriak di atas Kakbah.”

Keempat, Hakam bin Abu Ash berkata: “Demi Allah, ini adalah musibah besar. Seorang budak Bani jumah di atas bangunan Bani Abu Thalhah teriak-teriak.”

Kelima, Suhail bin Amr berkata: “Apabila hal ini dimurkai Allah maka Dia pasti akan mengubahnya, dan apabila rida maka dia akan menetapkannya.”

Keenam, Abu Sufyan berkata: “Apabila aku berkomentar mana batu ini akan memberi tahu Rasulullah.”

Maka Jibril memberi tahu Rasulullah. Beliau menghadap kepada mereka semua, mendawuhi mereka. Lalu abu Sufyan berkata: Aku tidak berkomentar apa-apa, wahai Rasulullah. Maka Rasulullah Saw tersenyum.

Komentar buruk dari orang-orang di atas termaktub dalam sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan imam Waqidi dari guru-gurunya. Komentar buruk lainnya juga disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Musayyib dalam kitab al-Bidayah wal-Nihayah.

Ketujuh, Ikrimah berkata: “Sungguh Allah telah memuliakan Abu Hakam saat dia tidak pernah mendengar adzan dari budak ini.”

Kedelapan, Shafyan Umayyah berkomentar: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan nyawa ayahku sebelum melihat peristiwa ini (adzan Bilal).”

Sementara dalam riwayat ini, Suhail bin Amr dan beberapa orang bersamanya menutup wajah mereka saat mendengar adzan Bilal.

Demikianlah komentar-komentar yang mengarah pada adzan Bilal. Mereka melihat Bilal hanya seorang budak hitam yang dimerdekakan oleh Abu Bakar, tanpa memperhatikan kedudukannya di sisi Allah dan rasul-Nya. Fanatisme suku dan nasab masih menjadi tolak ukur kehormatan seseorang.