Kisah Bisyr al Hafi Naik Haji Tanpa Bekal

Berikut kisah ketawakalan seorang pemabuk yang kemudian menjadi ulama besar, yaitu Bisyr al Hafi. Syekh Fariduddin Al-Attar dalam buku Tadzkiratul Auliya menceritakan kisah tersebut demikian.

Beberapa orang mengunjungi Bisyr dan berkata, “Kami datang dari Suriah hendak pergi menunaikan ibadah haji. Sudikah kamu mendampingi kami?”

“Iya, saya sudi. Tapi ada tiga Syarat,” jawab Bisyr. “Yang pertama, kita tidak membawa perbekalan. Kedua, kita tidak boleh meminta belas kasihan orang dalam perjalanan. Ketiga, jika orang-orang memberikan sesuatu, kita tidak boleh menerimanya.”

“Pergi tanpa perbekalan dan tidak meminta-minta di dalam perjalananan dapat kami terima,” jawab mereka. “Tetapi apabila orang-orang lain memberikan sesuatu mengapa kita tidak boleh menerimanya?”

“Kalau begitu, berarti kalian itu tidak pasrah pada Allah, tetapi pada perbekalan yang kalian bawa,” cetus Bisyr pada mereka.

Artinya, Bisyr al-Hafi benar-benar tawakal kepada Allah tanpa membawa bekal apa pun saat hendak berangkat haji. Entah bagaimana cerita tersebut berlanjut, apakah benar-benar mereka berangkat haji tanpa bekal sedikit pun dan tak menerima pemberian siapa pun.

Terlepas dari itu, Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam bukunya berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah , membagi tiga tanda orang yang benar-benar bertawakal pada Allah.

Pertama, tidak mengharapkan sesuatu kecuali pada Allah dan tidak merasa takut kecuali Allah. Tanda pertama ini berkiatan erat dengan apa yang diucapkan seorang muslim, dia tidak merasa takut untuk berkata benar di depan siapa pun.

Kedua, tidak pernah merisaukan masalah rezeki. Ia merasa yakin bahwa Allah menjamin rezekinya, sehingga hatinya tetap tenang dan tentram.

Ketiga, tidak pernah hatinya terguncang pada saat diperkirakan akan datangnya suatu bahaya. Hal ini karena ia yakin sepenuhnya bahwa tak ada satu pun suatu bahaya yang dapat dihindari jika Allah sudah berkehendak, dan begitu pun sebaliknya.