Kisah Aisyah yang Cemburu di Malam Nisfu Syaban

Di antara istri-istri Rasulullah SAW, Aisyah yang terkenal sebagai pencemburu. Bahkan dikisahkan bahwa Aisyah pernah cemburu pada Rasulullah SAW ketika malam Nisfu Syaban.

Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang lembut dan penyayang. Beliau sangat mencintai umatnya dan juga orang-orang terdekatnya dengan melimpahkan nasihat-nasihat demi kebaikan bersama.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ، الرَّحِمُ شُجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللَّهُ

Artinya: “Orang-orang yang penuh kasih sayang akan disayang oleh Dzat yang Maha Penyayang. Kasih sayangilah makhluk yang ada di permukaan bumi, niscaya makhluk yang ada di langit akan mengasihi kalian. Kasih sayang merupakan bagian dari dzat yang Maha Kasih. Maka, siapa yang menyambungnya, Allah akan menyambungnya dan siapa yang memutusnya, Allah akan memutus darinya.” (HR Tirmidzi).

Di balik sifat penyayangnya, ternyata ada suatu kisah dimana Siti Aisyah RA merasa cemburu di malam Nisfu Syaban yang menjadi malam ketika Allah mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Hal ini terjadi karena rasa cintanya yang begitu besar pada kekasihnya, Nabi Muhammad SAW.

Dikutip dari buku Manajemen Cinta Sang Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Sopia Muhammad, diceritakan pada suatu malam ketika Aisyah terbangun dari tidurnya, ia tidak menemukan Rasulullah di sampingnya. Rasa cemburu dalam hatinya pun muncul. Dalam benaknya ia berpikir seandainya beliau tidur bersama istri lain, padahal malam itu adalah haknya.

Aisyah mendatangi tempat istri yang lain, akan tetapi ia tidak menemukan Rasulullah. Namun ia justru menemukan suaminya tengah berada di dalam masjid.

Rasulullah yang menyadari kehadiran Aisyah pun bertanya, “Kau cemburu lagi, Aisyah? Apakah kamu khawatir, Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam Nisfu Syaban, Aisyah?”

Dengan segala kelembutan dan kasih sayangnya, Rasulullah mencoba mengingatkan Aisyah agar ia juga turut mengistimewakan saat-saat ketika ia mendekatkan diri kepada Allah alih-alih memilih untuk tidur di samping orang yang sangat dicintai.

Asiyah memang istri Nabi yang pencemburu. Pada kisah lainnya, ia bahkan merasa cemburu pada istri-istri Nabi yang lainnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad merupakan laki-laki yang sangat menghormati perempuan. Ia selalu menghargai mereka dan menasihati istri-istrinya dengan perlahan sehingga suasana rumah tangga dapat kembali rukun dan penuh ketentraman.

Ketegasan Rasulullah SAW

Meskipun selalu bisa menghadapi sifat cemburu istrinya dengan penuh kasih, Rasulullah juga dapat bersikap tegas. Hal ini dikarenakan ia tidak ingin istrinya terbawa nafsu emosi belaka.

Dalam beberapa kasus, Rasulullah memilih untuk mendiamkan Aisyah yang terbakar api cemburu. Namun, ada juga saat ketika Rasulullah dengan tegas menegur kecemburuan Aisyah ketika sudah melewati batas.

“Aisyah, Allah itu Maha Ramah dan menyukai keramahan. Bila keramahan itu tercerabut dari sesuatu, ia akan membuatnya aib dan hina. Sebaliknya, jika diletakkan di atas sesuatu, ia akan menghiasinya. Karena itu kamu harus bersikap ramah!”

Rasulullah ingin mengajarkan istrinya untuk lebih bersikap lemah lembut dan tidak menuruti rasa dengki dan iri hati. Oleh karenanya, beliau selalu menjaga kehormatan istri-istrinya, menengahi mereka, dan juga menegaskan bahwa ia senantiasa berlaku adil dan menyayangi kesemuanya dengan setulus hati.

Sikap Rasulullah SAW Ketika Aisyah Cemburu

Kelembutan Rasulullah SAW terhadap istrinya juga dikisahkan dalam buku Agungnya Taman Cinta Sang Rasul oleh Ustadzah Azizah Hefni. Diceritakan bahwa Rasulullah akan memencet dan memijit hidung Aisyah apabila ia marah.

Beliau berkata, “Wahai Aisy. Bacalah doa, ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni).

Begitulah cara Rasulullah menghadapi Aisyah yang sedang cemburu. Beliau akan menegurnya penuh kasih sayang, mencium keningnya, kemudian mendoakannya. Hati Aisyah yang tadinya mendidih kembali luluh, kemarahannya berganti dengan kelegaan, dan Aisyah semakin mencintai Rasulullah lebih dalam lagi.

Kelembutan dan tenangnya sikap Rasulullah SAW dalam menghadapi masalah adalah teladan bagi kaum muslimin. Kita semua bisa mencontoh bagaimana Rasulullah menyayangi seluruh orang-orang terdekatnya.