Kisah Hakim bin Hizam, Keponakan Rasulullah yang Kaya namun Murah Hati

Hakim bin Hizam dikenal sebagai sahabat sekaligus keponakan Nabi Muhammad SAW. Ia berasal dari keluarga kaya raya, namun semasa hidupnya dikenal sebagai orang yang rendah hati dan dermawan.

Hakim bin Hizam yang berusia lima tahun lebih tua dari Nabi Muhammad SAW ini juga dikenal sebagai orang yang cerdas dan alim. Ia masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah (Penyerangan Makkah) yang terjadi setelah lebih dari 20 tahun Islam didakwahkan secara terang-terangan oleh Nabi Muhammad.

Mengutip buku Seri Ensiklopedia Anak Muslim: 125 Sahabat Nabi Muhammad SAW oleh Mahmudah Mastur disebutkan bahwa Hakim bin Hizam pernah menyumbangkan 100 ekor unta untuk perjuangan dakwah Islam. Ia juga pernah menyembelih 1.000 ekor kambing untuk dibagikan kepada orang miskin.

Hakim bin Hizam Lahir di Dalam Kakbah

Hakim bin Hizam adalah putra dari Hizam bin Khuwailid bin Asad dan Fakhitah binti Zuhair bin Harits bin Asad. Hakim dilahirkan di tempat mulia bagi umat Islam yakni di dalam Kakbah.

Saat itu, ibunya yang tengah hamil tua masuk ke dalam Kakbah bersama dengan rombongan di Baitullah. Ketika di tengah Kakbah, tiba-tiba perut ibunya terasa sakit seperti hendak melahirkan. Akhirnya lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Hakim.

Hizam bin Khuwailid adalah saudara dari Ummul Mukminin Khadijah, istri Rasulullah SAW. Dengan demikian, Hakim bin Hizam adalah keponakan Khadijah dan Rasulullah SAW.

Keislaman Hakim bin Hizam

Sebelum masa kenabian, Hakim bin Hizam sudah berteman akrab dengan Rasulullah SAW, meskipun usianya lebih tua lima tahun. Hubungan kekerabatan mereka semakin erat ketika Rasulullah SAW menikahi bibinya, yakni Khadijah binti Khuwailid.

Saat itu, Hakim bin Hizam masih belum memeluk Islam. Namun, bagaimanapun Rasulullah tetap menghormati dan berkawan baik dengannya.

Dalam buku Intisari Sirah Nabawiyah Kisah-Kisah Penting dalam Kehidupan Nabi Muhammad oleh Ibnu Hazm al-Andalusi, disebutkan bahwa Hakim bin Hizam baru masuk Islam ketika terjadi peristiwa penaklukkan Mekkah, kala itu ia merupakan bagian dari orang-orang mualaf (yang perlu dilunakkan hatinya).

Barulah setelah merasakan nikmatnya menjadi seorang muslim, penyesalan mendalam tumbuh dalam hati Hakim bin Hizam. Ia merasa terlalu lama mengingkari Allah SWT dan Rasulullah SAW dan berkubang dalam kemusyrikan.

Hakim bin Hizam pun kemudian bertekad untuk selalu menjunjung Rasulullah dan mendukung segala yang dilakukan Rasulullah SAW untuk menebus waktu ketika ia masih belum memeluk Islam.

Kedermawanan Hakim bin Hizam

Hakim bin Hizam dikenal karena kedermawanannya. Mengutip buku 88 Kisah Orang-Orang Berakhlak Mulia yang ditulis oleh Harlis Kurniawan, ia bahkan tidak mau meminta dan menerima pemberian. Hakim bin Hizam lahir dari keluarga yang kaya raya, namun itu tidak membuatnya sombong.

Hakim bin Hizam dikenal sebagai orang yang murah hati. Ketika masa pemerintahan Abu Bakar, ia tidak pernah mengambil gajinya dari Baitul Mal. Hingga jabatan bergulir kepada Umar bin Khattab, Hakim tetap tidak juga mengambil gajinya.

Ia turut serta dalam Perang Hunain, sehingga ia berhak mendapatkan bagian dari harta rampasan perang yang dibagikan langsung oleh Rasulullah SAW. Awalnya, ia meminta tambahan lagi dari harta yang didapatnya. Namun, Rasulullah menasihatinya perihal kepemilikan harta yang membuatnya tersadar. Ia pun menuruti nasihat Rasulullah SAW dan bersumpah tidak akan meminta-minta lagi hingga ajal menjemputnya.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Hakim bin Hizam menepati janjinya. Ia menolak pembagian harta rampasan perang yang menjadi haknya sampai-sampai Umar harus meminta persaksian orang-orang tatkala pembagian harta tersebut tengah berlangsung, agar menjadi bukti bahwa Hakim bin Hizam memang menolak harta tersebut karena ia ikhlas menjalankan apa yang telah dinasihatkan Rasulullah SAW kepadanya. Bahkan hingga Rasulullah SAW wafat, ia tetap tidak pernah lagi meminta dan menerima apapun dari siapapun.